banner 728x250
HUKUM  

Proyek Rp5,2 Miliar PUPRP Parimo Pakai Pipa Bekas

“Dari pengalaman, anggaran Rp1 miliar jika dihelat secara kontraktual (dipihak ketigakan) tidak cukup melayani 1 desa. Apalagi jenis pekerjaan cukup kompleks. Ditambah lagi harga pipa yang setiap tahun, semakin naik”

 

PROYEK pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah senilai Rp5,2 miliar milik Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang Dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) menggunakan pipa bekas pakai.

banner 970x250

Hajatan milik pemerintah besutan bidang Cipta Karya berbiaya APBD 2002 mengucur di Desa Jononunu, Kecamatan Parigi Tengah senilai Rp1 miliar lebih, bahkan didapati “menumpang” pada fasilitas proyek instalasi dan bangunan Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) tahun 2012.

Bukan hanya pipa bekas pakai, di Desa Jononunu, proyek dikerjakan CV Asia Maju Perkasa tersebut bahkan “mainkan” bangunan bak olah milik program Pamsimas.

 

DINAS PUPRP PARIMO AKUI PAKAI PIPA LAMA

Rochyat Sulaeman selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah mengakui penggunaan barang bekas pakai pada hajatan bernilai miliaran rupiah itu.

Rochyat beralasan bahwa tindakan tersebut merupakan penyesuaian dalam rangka memaksimalkan panjang jaringan pipa menuju rumah-rumah warga.

“Kita manfaatkan pipa yang ada (bekas Pamsimas) agar dapat menambah panjang jaringan pipa”, kata Rochyat Sulaeman, Rabu, (15/2).

Rochyat mengatakan, tidak semua titik proyek pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah menggunakan barang bekas.

“Tidak semua titik proyek pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah menggunakan jaringan pipa atau bak air bekas”, katanya.

Dia juga menambahkan bahwa anggaran saat ini, tidak memadai dan cukup bagi pembiayaan instalasi air bersih yang dapat melayani satu desa.

“Dari pengalaman, anggaran Rp1 miliar jika dihelat secara kontraktual (dipihak ketigakan) tidak cukup melayani 1 desa. Apalagi jenis pekerjaan cukup kompleks. Ditambah lagi harga pipa yang setiap tahun, semakin naik”, tambahnya.

Saeful Adrianto selaku Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas PUPRP Parimo menyatakan penggunaan pipa dan bak air bekas pakai pada proyek pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah 2022 tidak terdapat dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan.

Kata Saeful, penggunaan pipa-pipa bekas hanya upaya meningkatkan tekanan air belaka, karena kurangnya gravitasi.

“Penggunaan pipa existing lama untuk memaksimalkan jaringan yang tidak tercover di RAB kegiatan”, kata.

“Karena kurangnya gravitasi, maka dari bangunan sadap (intake) ke bak saringan pasir lambat (SPL) kita memanfaatkan pipa-pipa bekas (lama)”, katanya lagi.

 

PERUSAHAAN “LANGGANAN” PROYEK AIR PUPRP PARIMO?

CV Asia Maju Perkasa selaku perusahaan pemenang hajatan pengembangan jaringan distribusi dan sambungan rumah Desa Jononunu diketahui merupakan perusahaan dipakai oleh pengusaha bernama Rahmat.

Rahmat disinyalir sebagai pengusaha “langganan” menang pada kucuran proyek-proyek air bersih di Bidang Cipta Karya Dinas PUPRP Parimo.

Betapa tidak, Rahmat pula pengusaha mengerjakan proyek pembangunan Sistem Instalasi Pengolahan Air Sederhana (SiPAS) berupa Broncaptering di Desa Donggulu Selatan senilai Rp898 juta pada 2021 lalu.   

Pengusaha bernama Rahmat, pada amburadul proyek broncaptering di Donggulu Selatan menggunakan bendera CV Atika Bintang Mulia. 

Diketahui, proyek broncaptering di Desa Donggulu Selatan, pernah ditimpa masalah hingga berujung pada pemeriksaan oleh pihak Kepolisian.

 

BERITA TERKAIT:
Keruh Air Proyek Broncaptering PUPRP Parimo
Keruh Air Broncaptering, Dinas PUPRP: Silahkan Konfirmasi Pihak Desa
Ini Kata Aparat Desa Soal Proyek Broncaptering

 

Pasalnya, air hasil tangkapan kegiatan senilai Rp898 juta itu berwarna kuning, keruh dan tidak layak konsumsi. Sejak awal, perhelatan proyek broncaptering berbiaya DAK 2021 dikerjakan oleh Rahmat itu pernah menuai kontroversi.

Menurut beberapa pekerja proyek broncaptering, kondisi permasalahan telah timbul sejak kegiatan tersebut dikerjakan.

“Sudah berbulan-bulan kondisinya seperti ini (air tidak bisa dikonsumsi dan sering macet)”, kata Topan, salahsatu pekerja pembangunan broncaptering.

Kata dia, pada awalnya air mengalir dari penangkap air lalu ditampung dan disalurkan menggunakan pipa transmisi ke reservoir, kemudian dibagikan kepada warga.

Namun, karena posisi penangkap air yang menghadap langsung ke air terjun (sebagai sumber mata air) selalu tersumbat kotoran, maka air dialirkan langsung (bypass) ke pipa-pipa menuju rumah warga.

Sehingga, menghasilkan air keruh, berwarna kuning dan tidak layak konsumsi.

Kepala Desa (Kades) Donggulu Selatan, Saprin A Lapabira mengatakan bak penampung air (intake) proyek broncaptering dikerjakan tanpa menggunakan lantai. Hal itu dilakukan karena alasan debet air terlalu besar.

Sekdes Asdik A Dg Malotjo menyatakan, pada saat serah-terima, tidak ada proses koordinasi lanjut terkait pembangunan proyek air itu.

Asdik A Dg Malotjo menyatakan bahwa dirinya belum pernah melihat proyek broncaptering dibangun di wilayah desanya tersebut.

“Saya sendiri (selaku sekdes) belum pernah lihat lokasi proyek broncaptering itu”, kata Asdik A Dg Malotjo, kepada koranindigo.com.

Sekdes Asdik juga menyatakan bahwa proses serah-terima proyek broncaptering, dilakukan di ruang wakil bupati (wabup) Parimo, Badrun Nggai, dan hanya dihadiri oleh Kades. (ind)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *