banner 728x250
HUKUM  

Korupsi Tidak Berdiri Sendiri, KPK Antisipasi dengan Aplikasi JAGA.id

LIBATKAN masyarakat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan untuk memanfaatkan penuh aplikasi JAGA.id untuk berperan melawan koruptor.

banner 970x250

Hal itu disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas Jaringan Pencegahan Korupsi Indonesia (Satgas JAGA) KPK, Indira Malik terkait diluncurkannya menu JAGA Kampus pada website atau aplikasi JAGA.id oleh KPK.

JAGA kata Indira, merupakan sistem yang difasilitasi oleh KPK untuk pengaduan masyarakat dalam pelayanan publik, Tujuannya, demi mendorong transparansi pemerintah dengan keterbukaan data sehingga dapat mengurangi risiko korupsi.

“Karena pencegahan korupsi itu ada dua kuncinya. Jangan mau jadi korban, jangan sampai jadi pelaku. Nah JAGA ini bisa memfasilitasinya,” ujar Indira dalam keterangannya kepada wartawan, seperti dilansir Rmol.id, Minggu (27/2).

Indira menjelaskan, platform JAGA sudah berevolusi sejak pertama kali diluncurkan pada 2016. Di website dan aplikasinya, masyarakat bisa mendapatkan informasi seputar aksi pencegahan korupsi pemerintah daerah, informasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan gratifikasi di daerah tempat masyarakat itu berada.

“Jadi masyarakat bisa melihat, harta kekayaan gubernur di daerah saya berapa ya, bupati berapa ya,” kata Indira.

Kemudian mulai tahun lalu, JAGA.id juga memfasilitasi keluhan masyarakat terkait penyaluran bantuan sosial dan penanganan Covid-19, serta pengelolaan keuangan desa.

Konsep JAGA.id sendiri kata Indira, menjembatani antara masyarakat dengan kementerian dan lembaga yang sudah bekerja sama dengan KPK.

Sejauh ini, JAGA.id sudah menggandeng Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan BPJS Kesehatan.

“Data-data yang ada di JAGA itu asalnya langsung dari kementerian terkait. Jadi bukan KPK yang meng-input,” terang Indira.

Indira lantas memberikan contoh bagaimana JAGA.id berhasil mencegah korupsi di daerah-daerah.

Indira menyebut, ada satu sekolah di Banten yang mencantumkan daftar gurunya. Namun ada seorang guru yang dikira masyarakat sudah pensiun, lantaran tak pernah datang mengajar.

Setelah ditelusuri, ternyata guru tersebut belum pensiun dan malah merekrut tenaga honorer untuk menggantikannya. Ia juga masih mengambil gaji layaknya guru lain.

“Itu kan salah satu bentuk korupsi. Setelah laporan itu masuk ke JAGA, kita tindaklanjuti dengan mendatangi guru yang bersangkutan dan memberi pemahaman. Akhirnya guru itu mau datang lagi ke kelas untuk mengajar,” jelas Indira.

Bukan hanya itu, juga ada seorang kepala sekolah yang membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada murid-muridnya. Mereka juga diberitahu tidak perlu membayar uang sekolah lagi karena sudah menerima KIP. Namun, dana KIP tidak pernah diterima oleh para siswa.

Para orangtua pun mengecek ke JAGA.id dengan memasukan nomor induk siswa dan mengetahui besaran KIP yang seharusnya mereka terima.

Akhirnya kata Indira, orangtua siswa mendatangi kepala sekolah dan kepala sekolah tersebut pun mengakui telah melakukan korupsi, lalu mengembalikan buku tabungan para siswa.

“KPK tidak mungkin menangkap kepala sekolah. Karena KPK hanya menindak korupsi penyelenggara negara dan dengan nilai kerugian tertentu. Tapi dengan cara melapor ke KPK melalui JAGA, bapak ibu telah turut membantu mencegah korupsi,” terang Indira.

Menurut Indira, korupsi dilakukan oleh para koruptor secara berjamaah dan berjejaring dengan sesama koruptor.

“Tidak mungkin koruptor melakukan korupsi sendirian. Supaya bisa melawan, kita harus juga berjejaring lewat fitur diskusi di JAGA.id,” pungkas Indira. (ind)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *