PEMBANGUNAN Sistem Instalasi Pengolahan Air Sederhana (SiPAS) berupa Broncaptering di Desa Donggulu Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng) nampak bermasalah. Pasalnya, air hasil tangkapan kegiatan senilai Rp898 juta itu berwarna kuning, keruh dan tidak layak konsumsi. Sejak awal, perhelatan proyek bromcaptering berbiaya DAK 2021 itu pernah menuai kontroversi.
“Airnya keruh, berwarna kuning. Kami warga tidak bisa konsumsi. Selain keruh dan tidak layak konsumsi, air juga sering tidak jalan (macet)”, kata beberapa warga Desa Donggulu Selatan, kepada koranindigo.com, baru-baru ini.
Menurut beberapa pekerja proyek broncaptering, kondisi permasalahan telah timbul sejak kegiatan tersebut dikerjakan.
“Sudah berbulan-bulan kondisinya seperti ini (air tidak bisa dikonsumsi dan sering macet)”, kata Topan, salahsatu pekerja pembangunan broncaptering.
Kata dia, pada awalnya air mengalir dari penangkap air lalu ditampung dan disalurkan menggunakan pipa transmisi ke reservoir, kemudian dibagikan kepada warga.
Namun, karena posisi penangkap air yang menghadap langsung ke air terjun (sebagai sumber mata air) selalu tersumbat kotoran, maka air dialirkan langsung (bypass) ke pipa-pipa menuju rumah warga. Sehingga, menghasilkan air keruh, berwarna kuning dan tidak layak konsumsi.
“Awalnya, air dialirkan dari penangkap air lalu ditampung dan disalurkan menggunakan pipa transmisi ke reservoir. Namun, karena design penangkap air yang rentan tersumbat kotoran, kami harus terus membersihkan setiap dua hari sekali. Akibatnya kami sudah tidak mampu lagi terus-terusan seperti itu”, kata Topan yang menyatakan diberi upah Rp160 ribu per bulan menjaga broncaptering tersebut.
Beberapa pekerja proyek broncaptering juga menyatakan pernah mengeluhkan beberapa persoalan teknis pada waktu kegiatan dilaksanakan.
Namun, pengelola pekerjaan, dalam hal ini pihak CV Atika Bintang Mulia terkesan tidak mau mendengar keluhan-keluhan para pekerja.
“Kami (selaku pekerja dan warga Desa Donggulu Selatan) pernah mengeluhkan dan bertanya soal beberapa item pekerjaan yang menurut kami tidak sesuai dengan gambar. Namun, pengawas dari pelaksana (CV Atika Bintang Mulia) mengatakan, bahwa hal itu merupakan urusan desa nantinya”, jelas pekerja.
Berdasar pengamatan media ini, selain diduga dikerja secara asal sejak awal sehingga menghasilkan air macet, keruh tak layak konsumsi, proyek broncaptering di Desa Donggulu Selatan tersebut saat ini mengalami kebocoran pipa dibeberapa titik.
Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Parimo, Vadlon menyatakan bahwa pada saat pihaknya melakukan serah-terima proyek broncaptering kepada pihak desa, semuanya dalam kondisi baik.
“Pada saat kami melakukan serah terima (proyek broncaptering kepada pihak desa), semua dalam kondisi baik”, kata Vadlon, via smartphone, Selasa, (4/01).
Vadlon juga menyarankan agar wartawan melakukan konfirmasi ke pihak Desa Donggulu Selatan, terkait permasalahan proyek sistem penyediaan air minum pada unit produksi itu.
“Silahkan dikonfirmasi ke pemerintah desa karena sudah menjadi aset desa. Kami sudah melakukan pengecekan sebelum diserah terimakan (kepada pihak pemerintah desa). Serah terima dilakukan pada 15 September 2021 lalu”, katanya.
MENUAI KONTROVERSI SEJAK PROSES LELANG
Perhelatan proyek broncaptering kepunyaan Dinas PUPRP Parimo diketahui telah menuai kontroversi sejak awal. Dinas PUPRP Parimo dituding tidak profesional saat lelang. Dinas PUPRP Parimo meluncurkan enam kegiatan broncaptering.
Proyek bernilai Rp900 juta hingga Rp1,4 miliar tersebut masing-masing ialah, pembangunan Broncaptering Desa Kotaraya Barat, Desa Tolole, Donggulu Selatan, Bainaa, Sigega Bersehati dan Palasa Tengah.
Berdasarkan lansiran radarsulteng.id, salah satu peserta lelang yaitu CV Putra Tunggal Mandiri (PTM) pernah melakukan Somasi ke Dinas PUPRP Parimo lalu meneruskan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Polres Parimo.
Somasi ini terkait pekerjaan sistem penangkapan air (broncaptering) di wilayah Kotaraya, Kecamatan Tomini dengan anggaran sekitar Rp 1,3 miliar.
Kuasa Direktur CV PTM, Wahid menjelaskan awalnya mengikuti lelang proyek pembangunan System penangkapan air (broncaptering) di wilayah Kotaraya Kecamatan Tomini, Parimo.
Dan, dalam proses lelang itu, pihaknya telah mengirimkan sanggahan dilakukan oleh Pokja, dengan menyatakan CV PTM memiliki daftar personel pengalaman tidak sesuai dengan SIKAP LPJK, sehingga pihak perusahan melakukan sanggahan sebagaimna sesuai dengan prosedur lelang.
“ Namun jawaban pihak Dinas Dinas PUPRP Parimo masih normatif, tidak sesuai dengan apa yang kami pertanyakan. Misalkan aturanya itu dari mana, dengan menggunakan Aplikasi SIKAP menjadikan pembanding,” kata Wahid.
Sementara dalam tatacara dokumen tidak ada perbandingan dengan aplikasi SIKAP. Kemudian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang digugurkan karena tidak terperinci berdasarkan peraturan Menteri. Namun ada peraturan Menteri yang terbaru dalam surat edaran nomor 22 tahun 2020 sudah jelas tidak ada penafsiran seperti hal tersebut.
“ Kalah menang sudah biasa, dan memang lelang ini adalah seperti kompetisi, namun harus ada alasan yang normatif atau jelas kepada perusahaan,” kata Wahid.
Jadi permintaan dari pihak CV PTM, untuk menggugurkan saat evaluasi bisa mencarikan dasar hukumnya seperti apa, karena dalam lelang tersebut, perusahan CV PTM ada di urutan pertama.
“ Itulah yang menjadi pertanyaan kami ke Dinas PU, sebab kami sudah memenuhi dokumen, jadi dokumen bagaimna lagi yang diminta,” ujar Wahid.
Ia bahkan merasakan ada perbedaan perlakuan dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten Parimo keapda pihaknya. Kenapa demikian, dikarenakan perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi tersebut telah sering turut andil dalam pembangunan di wilayah Sulteng, seperti pekerjaan milik proyek Kementerian, misalnya pembangunan Bandara Morowali, di Kabupaten Poso, dan daerah lainnya di Sulteng.
“ Kalau soal evaluasi lelang, baru saya dapatkan data SIKAP ini menjadi perbandingan, ini saya dapatkan baru di Kabupaten Parimo, dan belum pernah saya dapatkan di tempat lain,” ungkapnya.
Olehnya dengan perbedaan itulah, dirinya mengambil jalur Somasi, sebagaimana proses peraturan lelang dilakukan, yaitu surat somasi juga sudah ditembuskan ke Polres Parimo dan Kejari Parimo.
“ Sementara proses itu yang saya lakukan. Ini juga harus menjadi pelajaran bagi Dinas PU Parimo, saat memberikan jawaban kepada perusahaan juga harus jelas,” tambahnya.
Dan untuk perusahaan yang dikabarkan menang lelang juga diduga belum terdaftar pengalaman perusahaannya di LPJK pada Aplikasi SIKAP, jadi secara otomatis gugur.
“ Bedanya adalah perusahaan saya di pengalaman personel bukan perusahaannya,” ungkap Wahid. (ind)