ANGGOTA Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono optimistis masa sidang DPR RI tahun 2022-2023 bisa menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).
“Bisa selesai di masa sidang ini karena pembahasannya tidak terlalu banyak,” katanya dihubungi di Jakarta, Rabu, (24/5).
Dave juga menegaskan Komisi I DPR tetap membahas revisi UU itu dengan sangat hati-hati, agar nantinya hasilnya dapat maksimal.
“Jangan nanti setiap tiga tahun direvisi lagi,” ujar Dave ketika diminta tanggapan hasil rapat tertutup panitia kerja (Panja) RUU ITE Komisi I DPR RI dengan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan.
“Tadi pembahasan beberapa daftar inventaris masalah (DIM), namun rapat tidak berlanjut, karena ada beberapa poin yang masih menjadi perdebatan,” ungkapnya.
Dia mencontohkan beberapa aturan dalam UU ITE sudah tidak berlaku lagi, akibat sudah diatur dalam undang-undang lain, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sementara KUHP nasional masih berlaku dua tahun lagi.
“Ada beberapa hal perlu disiapkan pemerintah, seperti undang-undang yang dijadikan pembanding,” kata Dave.
Dia menegaskan Komisi I DPR RI tidak menginginkan adanya kekosongan aturan hukum, terkait beberapa pasal dalam UU ITE jika sudah selesai revisi nanti.
“Kami minta pemerintah menyiapkan dulu, sebelum dilanjutkan pembahasan,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengajukan tujuh materi usulan perubahan materi dalam revisi kedua pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).
Tujuh materi perubahan itu, antara lain, perubahan terhadap ketentuan ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) dari Pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan dan/atau pengancaman dengan merujuk pada ketentuan KUHP.
Kemudian, perubahan ketentuan Pasal 28 sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi yang menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.
Selanjutnya, penambahan ketentuan Pasal 28A diantara Pasal 28 dan Pasal 29 mengenai konten suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
Selain itu, perubahan ketentuan penjelasan Pasal 29 mengenai perundungan (cyber bullying), dan perubahan ketentuan Pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
Berikutnya, perubahan ketentuan Pasal 45 terkait ancaman pidana penjara dan denda serta menambah pengaturan mengenai pengecualian pengenaan ketentuan pidana atas penyalahgunaan pelanggaran kesusilaan dalam Pasal 27 ayat (1), dan perubahan ketentuan pasal 45A terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat. (Ant/Ind)