BEKAS anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tolitoli, I Made Koto Parianto tiba-tiba melenggang lulus tes kesehatan dan wawancara bakal calon anggota KPU Parigi Moutong (Parimo). Beberapa pihak menduga ada hal janggal dalam proses pengurusan administrasi kependudukan Sang calon komisioner.
*Oleh Gen Djarot
Benhur, Kepala Desa (kades) Lebagu, Kecamatan Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) menyatakan dirinya selaku kades, sama sekali tidak mengetahui keberadaan I Made Koto Parianto sebagai salah satu warganya.
“Tidak ada, makanya saya ingin ketemu dengan dia (I Made Koto Parianto) itu. Tinggalnya di mana?” kata Kades Benhur.
Benhur merasa sangat bingung dengan kehadiran I Made Koto yang secara ‘misterius’ tiba-tiba telah tercatat sebagai warga Desa Lebagu.
Kades Benhur menduga ada praktik manipulasi data dalam proses pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk) dari calon anggota KPU I Made Koto Parianto.
Kades Benhur berspekulasi, bahwa kepindahan I Made Koto di Desa Lebagu, disinyalir hanya karena kepentingan mengikuti seleksi calon anggota KPU Parimo semata.
BERITA TERKAIT:
Sim Salabim, 4 Bulan Pindah Domisili, Bekas Komisioner Tolitoli Lulus Seleksi
Dugaan Benhur cukup beralasan. Selaku pemegang jabatan politik tertinggi di desanya, Benhur seharusnya mengetahui keberadaan dari I Made Koto Parianto.
Apalagi, I Made Koto menggunakan kartu keluarga (KK) dengan kop surat mencantumkan nama desanya, yaitu Desa Lebagu.
Insting Kades Benhur jelas mengarah kepada administrasi disinyalir terlewatkan oleh I Made Koto Prianto dalam pengurusan KK yang dibuat pada 26 Juli 2023 itu.
I Made Koto, dalam kepengurusan KK, harusnya melewati tahap datang ke kelurahan/desa domisili baru (Desa Lebagu), dengan membawa surat keterangan pindah, KK asli, dan KTP lama.
Lalu, nantinya KTP lama akan ditarik oleh Dukcapil domisili baru (Dukcapil Parimo)–dalam rangka menghindari rangkap identitas.
Kemudian, kantor kelurahan/desa (Desa Lebagu) akan memberikan surat keterangan kepada I Made Koto untuk selanjutnya diarahkan menuju kantor kecamatan domisili baru (Kecamatan Balinggi) agar mendapatkan KK yang baru.
Dinas Dukcapil Parimo selaku instansi bertugas melaksanakan urusan administrasi kependudukandi bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan, patut dipertanyakan.
***
SEKILAS praktik-praktik manipulasi dokumen kependudukan nampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun terlihat sederhana, manipulasi atau bahkan pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat.
Manipulasi data kependudukan memiliki akibat hukum seperti telah disebutkan pada Undang-Undang No.24 Tahun 2013 pasal 1 point 9, bahwa data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.
Perubahan elemen data kependudukan harus dilaporkan kepada instansi pelaksana agar data kependudukan menjadi akurat dan mutakhir karena dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan sangat membutuhkan data yang akurat berimplikasi pada pelayanan publik dan pembangunan di sektor lain.
Banyak contoh terjadi di lapangan adalah tingkat pendidikan penduduk di KK yang tidak pernah dirubah meskipun anak tersebut sudah lulus SD bahkan ada yang hingga lulus sarjana data tersebut tidak pernah diperbaharui.
Pada KK memakai kop Desa Lebagu milik I Made Koto Parianto menyebutkan bahwa pendidikan sang calon anggota KPU tersebut adalah SLTA/Sederajat, padahal I Made Koto menyandang gelar strata-1 yaitu sarjana ilmu politik (S.IP).
Pasal 93 : Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta.
Pasal 94 : Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi Data Kependudukan dan/atau elemen data Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 96A : Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan Dokumen Kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (*)