KORUPSI di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah masalah serius yang tak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan publik dan menghambat pembangunan.
Praktik ini sering melibatkan modus operandi sistematis, dimana oknum anggota DPRD bekerja sama dengan pihak tertentu untuk memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan pribadi.
Berdasarkan penelitian (diperoleh dari berbagai sumber) berikut beberapa modus operandi kerap digunakan dalam korupsi di DPRD:
MANIPULASI ANGGARAN
Manipulasi anggaran adalah modus umum dalam praktik korupsi di DPRD.
Anggota DPRD sering bekerja sama dengan pihak tertentu untuk menggelembungkan anggaran proyek pembangunan.
Anggaran diajukan biasanya jauh lebih besar dari kebutuhan sebenarnya, sehingga sisa anggaran tersebut bisa dialihkan untuk kepentingan pribadi.
MARK-UP PROYEK
Modus mark-up melibatkan peningkatan nilai proyek pengadaan barang dan jasa secara tidak wajar.
Nilai proyek dinaikkan jauh di atas harga sebenarnya, sehingga anggota DPRD bisa mendapatkan bagian dari kelebihan dana tersebut.
Modus ini sering terjadi pada proyek-proyek dengan anggaran besar.
PEMERASAN DAN GRATIFIKASI
Pemerasan dan gratifikasi menjadi modus korupsi sering terjadi.
Anggota DPRD memeras perusahaan atau individu membutuhkan dukungan politik atau pengaruh dalam pengambilan keputusan, dengan imbalan gratifikasi berupa uang, barang mewah, atau fasilitas lainnya.
PENGGUNAAN FIKTIF DANA ASPIRASI
Dana aspirasi yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat kerap disalahgunakan.
Anggota DPRD dapat membuat program atau proyek fiktif untuk mencairkan dana aspirasi dan mengalihkannya untuk kepentingan pribadi.
PERJALANAN DINAS FIKTIF
Modus ini melibatkan manipulasi laporan perjalanan dinas.
Anggota DPRD mengklaim penggantian biaya perjalanan untuk perjalanan yang sebenarnya tidak dilakukan atau melebih-lebihkan biaya dikeluarkan, sehingga mendapatkan dana lebih dari semestinya.
KONGKALIKONG DENGAN REKANAN
Kolusi dengan kontraktor sering terjadi dalam proses lelang proyek.
Anggota DPRD berkolusi bersama kontraktor tertentu dalam memenangkan proyek dengan imbalan suap atau bagian dari keuntungan proyek tersebut.
MANIPULASI PENGADAAN BARANG
Manipulasi pengadaan barang sering melibatkan pengadaan melalui perusahaan yang terkait dengan anggota DPRD.
Barang diadakan sering kali berkualitas rendah, namun dilaporkan sesuai dengan spesifikasi untuk memaksimalkan keuntungan pribadi.
MEMAKAN FULUS HIBAH DAN BANSOS
Dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat sering kali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau politik tertentu.
Anggota DPRD memanfaatkan dana tersebut untuk memperkaya diri atau mendukung kampanye politik mereka.
MEMAINKAN IRAMA POKIR
Modus anggota dewan dalam melakukan tindak korupsi dalam usulan pokir, diantaranya melakukan intimidasi terhadap SKPD dalam mengarahkan pelaksanaan pekerjaan proyek.
Kemudian menunjuk rekanan pelaksana pekerjaan pokir dan meminta persekot atau fee dengan atas nama jasa memperjuangkan proyek. IND