PALU | KORANINDIGO – Aksi seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Kodim 1306 Kota Palu, bertugas di Pos Komando Rayon Militer ( Koramil)-18/ Sojol, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) bakal dilapor ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIII/2 Palu.
Hal pelaporan tersebut, imbas dari statmen Kopral Dua (Kopda) Ibrahim saat meredam aksi protes warga Desa Bou, Kecamatan Sojol, saat protes terhadap keberadaan perusahaan Galian C di desa mereka.
Dalam video direkam warga, Kopda Ibrahim menyebut bahwa pendamping hukum Forum Petani dan Nelayan Bou yakni LBH Sulteng telah dilaporkan perusahaan PT Rahma Cipta Khatulistiwa (PT RCK) ke Polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik.
“Itu dokumen kemarin sudah di perbaiki, pengacaranya kamu orang kemarin mendampingi dari LBH sudah dilaporkan pencemaran nama baik. Karena mereka (LBH Sulteng) tidak teliti dalam membacakan suatu permasalahan” kata Kopral Ibrahim, dihadapan massa aksi.
Atas pernyataan tidak berdasar tersebut, LBH Sulteng melalui Deputi Bidang Advokasi Rusman SH, didampingi Dewan Pembina, Ahmar SH, akan melakukan langkah hukum agar memberikan efek jera kepada oknum Babinsa tersebut.
“Kami akan somasi dulu Dandim 1306 Kota Palu selaku Ankum yang bersangkutan. Jika tidak ada respon, maka kami akan melapor resmi ke Denpom XIII-2 Palu selaku instansi militer yang memproses pelanggaran disiplin anggota TNI”, Kata Rusman SH , Minggu (03/02).
Ahmar SH, selaku dewan pembina meminta oknum Babinsa dari Koramil-18/Sojol untuk menunjukan surat pelaporan dimaksud dan disampaikan dihadapan massa aksi tersebut.
“Jika benar LBH Sulteng sudah dilaporkan seperti disampaikan oknum Babinsa itu, maka tunjukan suratnya. Jangan menggunakan bahasa tersebut untuk mengintimidasi masyarakat yang tengah memperjuangkan nasib desanya”, kata Ahmar.
Ahmar mengingatkan bahwa Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada saat rapat pimpinan TNI/Polri 2025 ,Kamis (30/01) menegaskan dua hal penting.
Salah satunya adalah, bahwa Presiden Prabowo memberikan kepercayaan penuh kepada kedua institusi (Polri dan TNI) agar memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat.
Untuk diketahui, massa menggelar aksi menolak perpanjangan izin perusahaan galian C batu Gamping dikelola PT RCK.
Massa aksi ini menamakan diri Forum Tani Nelayan Bou, dengan agenda menolak keberadaan perusahaan mengelola bebatuan dan pasir pada sungai di wilayah Desa Bou.
Pada Sabtu (01/02), aksi massa Forum Tani Nelayan Bou, mendapat penghadangan pihak TNI serta aparat Desa Bou.
Aksi-aksi serupa memang kerap dilakukan oleh masyarakat petani dan nelayan di desa tersebut. Upaya mediasi dan pertemuan antara pihak masyarakat dan perusahaan, telah tiga kali dilakukan, melibatkan Pemerintah Provinsi Sulteng.
Namun, beberapa upaya mediasi kedua belah pihak, belum menghasilkan titik temu.
Bahkan, tuntutan masyarakat Desa Bou disuarakan melalui Forum Petani dan Nelayan terkesan hanya dianggap angin lalu oleh pihak PT RCK, perintah desa dan juga pemerintah Provinsi Sulteng.
Adapun tuntutan masyarakat Desa Bou ialah meminta agar Perusahaan (PT RCK) tidak lagi diberikan perpanjangan izin operasi (setelah 10 tahun lamanya) mengeruk material di sungai Bou.
Sebab, kegiatan PT RCK tersebut dinilai sangat berdampak buruk terhadap masyarakat Desa Bou.
Dampak paling nyata ialah, terjadi pelebaran pada alur Sungai Bou yang mengakibatkan tanaman masyarakat rusak, bahkan hanyut dibawa arus air.
“Perusahaan harus ditutup,jangan lagi diberi perpanjangan ijin, karena sudah cukup dampak yang kami terima, abrasi sungai, pohon kelapa dan kebun kami hanyut, rusak semua dan perusahaan hanya tutup mata”, kata ketua Forum Petani dan Nelayan Desa Bou, Harun.
Sementara itu, fakta menyebutkan bahwa PT RCK belum mengantongi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) bagi kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (meliputi aspek pengusahaan, teknik dan lingkungan) dalam kegiatannya.
Fakta lain juga terkuak, bahwa terdapat beberapa kesalahan penyebutan izin lokasi pada Dokumen Laporan Studi Kelayakan tahun 2024 yang telah disahkan pemerintah pada PT RCK.
“Kesalahan fatal terkait Dokumen Laporan Studi Kelayakan, hanya diperbaiki dengan alasan salah memberikan dokumen. Alasan dilontarkan PT RCK itu sangat tidak masuk akal”, kata Harun.
“Seolah masyarakat bodoh semua. Logikanya, jika ada kesalahan terkait dokumen-dokumem tersebut, lantas bagaimana mungkin dokumen itu bisa lolos sampai pada tahapan terakhir pemeriksaan. Hingga detik ini, masyarakat belum pernah menerima atau melihat dokumen asli dari pihak PT RCK sebagai pengganti dari dokumen yang katanya salah pembuatan itu”, kata Harun lagi. IND
(Narahubung : Deputi Advokasi LBH Sulteng : Rusman SH – 082291672431, Ahmar SH – 085241321206)