PARIGI | KORANINDIGO – Pegiat anti korupsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Sukri Tjakunu laporkan dua jaksa ke Mabes Polri. Laporan tersebut terkait sinyalemen penghalangan keadilan atau perintangan penyidikan (obstruction of justice) pada kasus dugaan penyalahgunaan dana desa pada objek wisata Pantai Mosing menyeret Bupati Parigi Moutong (Parimo), Samsurizal Tombolotutu.
BACA JUGA:
Ladang Korupsi Saat Bencana
Kantor Bawaslu Morowali Digeledah Jaksa
Terkait Rp5,6 Miliar, Pejabat Bawaslu Donggala Diperiksa Jaksa
Dua jaksa termuat dalam laporan Sukri Tjakunu adalah Aspidsus Kejati Sulteng, Mochammad Jeffry dan bekas Kasi Penkum, Reza Hidayat.
“Ada sinyalemen terjadi penghalangan keadilan dan perintangan penyidikan terhadap Kasus Pantai Mosing dilakukan dua orang oknum jaksa tersebut (Mochammad Jeffry dan Reza Hidayat)”, kata Sukri Tjakunu, kepada koranindigo.com, Kamis, (2/8).
Kata Sukri, laporan terhadap dua jaksa tersebut juga ditembuskan ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 1 Komite 1, Kejaksaan Agung (Kejagung) Kejagung RI, dan Polda Sulteng.
Hal mendasar Sukri layangkan pelaporan adalah adanya penghentian sidik kasus dugaan penyalahgunaan dana desa pada objek wisata Pantai Mosing secara inprosedural dilakukan oleh pihak Kejati Sulteng.
“Pada 2020 saya melaporkan soal dugaan penyalahgunaan dana desa terhadap Pantai Mosing. Asisten Pidana Khusus kala itu, Edward Malau, menyatakan telah menemukan perbuatan melawan hukum pada kasus itu. Olehnya, kasusnya dinaikkan statusnya ke penyidikan”, kata Sukri.
Namun dua tahun berselang (2022), tiba-tiba dirinya melihat pernyataan Reza Hidayat (selaku Kasi Penkum Kejati Sulteng) di media, bahwa sidik kasus tersebut telah dihentikan.
Padahal, dirinya selaku pelapor, kata Sukri, tidak pernah diberi informasi sedikit pun terkait penghentian kasus atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari pihak jaksa. Walau, hal itu merupakan hak pelapor baik diminta atau tidak.
PILIHAN EDITOR:
Dugaan korupsi Untad Naik Status Menjadi Lidik
KPK Catat 371 Pengusaha Terjerat Kasus Korupsi
“Ini sangat aneh. Saya selaku pelapor tidak pernah diberitahu soal penghentian kasus atau SP3, jika memang kasus tersebut dihentikan”, katanya.
Ia hanya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari jaksa pada 2020.
“Saya hanya menerima satu kali SP2HP dari jaksa. Seharusnya sebagai pelapor, saya menerima SP2HP secara berkala”, katanya.
“Saya selaku pelapor juga tidak pernah diberi Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)”, katanya lagi.
JANGGAL JAWABAN JAKSA
Menurut Sukri, jawaban dari jaksa (Reza Hidayat), ketika dirinya menanyakan perihal SPDP-SP2HP-SP3 kasus Pantai Mosing juga sangat janggal.
Reza Hidayat selaku Kasi Penkum, kata Sukri, beralasan bahwa surat-surat pemberitahuan untuk pelapor terhadap kasus Pantai Mosing telah tercecer dan hilang.
“Kasi Penkum (Reza Hidayat) beralasan surat pemberitahuan itu telah tercecer. Dan, akan melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada Asisten Pidana Khusus, Mochammad Jeffry”, katanya.
Kemudian, lanjut Sukri, ia akhirnya menerima surat pemberitahuan selaku pelapor, namun hanya via aplikasi whatsapp. Surat tersebut bertanggal, 12 November 2021.
“Setelah saya menanyakan perihal surat pemberitahuan, pada 2022 saya akhirnya diberi surat pemberitahuan, namun lewat whatsapp. Surat tersebut bertanggal 12 November 2021”, kata Sukri.
Sukri Tjakunu menambahkan, dirinya berkeyakinan bahwa tindakan dua jaksa (Aspidsus Kejati Sulteng, Mochammad Jeffry dan bekas Kasi Penkum Reza Hidayat)
yang ia laporkan, memenuhi unsur dugaan perbuatan obstruction of justice yaitu memutarbalikkan proses hukum, sekaligus mengacaukan fungsi yang seharusnya dalam suatu proses peradilan.
“Obstruction of justice dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu memutarbalikkan proses hukum, mengacaukan fungsi serta melemahkan pembuktian agar tidak terjerat putusan tertentu”, pungkasnya. (Ind)