banner 728x250

Metode Mengukur Kesuksesan Kepala Daerah

TINGGINYA angka elektabilitas memang selalu menjadi rujukan penting bagi partai politik dalam menentukan calon yang akan diusungnya. Namun, Ketika sudah menjabat sebagai kepala daerah, elektabilitas tidak bisa dijadikan patokan utama dalam mengukur kesuksesan kepala daerah dalam memimpin daerahnya karena sebagai kepala daerah sudah ada rambu-rambu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Oleh: Gencar Djarod / Koran Indigo

banner 970x250

Membangun jalan, gedung mewah, taman cantik di kota memang menjadi kebijakan populis yang bisa memberikan pujian instan dari masyarakat, seolah-olah kepala daerah sudah berhasil dalam melaksanakan tugasnya.

Padahal ukuran ideal seorang kepala daerah adalah membuat kebijakan atau pembangunan yang berbasis pelayanan publik dan berdampak pada peningkatan sumber daya manusia ataupun pendapatan daerah.

Perlu diketahui dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) telah tertulis dengan jelas bahwa pemerintahan daerah dibentuk untuk mengurus urusan wajib dan urusan pilihan.

Jadi, hakikatnya pemerintahan daerah harus mengutamakan urusan wajib daripada urusan pilihan. Urusan wajib itu soal pendidikan, kesehatan, penataan ruang, perumahan rakyat, dan ketertiban sosial.

Sedangkan pembangunan taman-taman cantik dan monumen-monumen penghias lainnya adalah urusan pemerintah yang masuk kategori pilihan.

Menyenangkan hati rakyat itu memang penting, namun menyejahterakan rakyat lebih penting.

Caranya, pemerintahan daerah harus lebih mengutamakan urusan wajib ketimbang pilihan karena membuat taman-taman cantik atau monumen-monumen yang instagramable hanya akan menyenangkan hati rakyat secara sesaat.

Dan, sudah bisa dilihat anggaran yang digunakan untuk semua itu tidak sedikit, namun manfaatnya hanya bisa dinikmati sebagian masyarakat.

METODE ANALISIS

Josep Schumpeter, seorang pemikir demokrasi pada era Perang Dunia I memberikan pemaknaan yang menarik soal demokrasi.

Ketika banyak golongan mengatakan demokrasi melahirkan kebebasan, semua orang bisa berpendapat dan lain sebagainya, maka Schumpeter memberikan pemaknaan demokrasi adalah untuk mewujudkan kesejahteraan karena kesejahteraan adalah fondasi dasar kebahagiaan.

Menariknya Schumpeter malah memberikan peran penting pada elite politik dalam mewujudkan kesejahteraan. Kenapa demikian? Karena kebijakan harus dibuat dengan cara-cara yang efektif.

Dari sinilah kemudian memunculkan adanya pemilihan. Pemilihan ini untuk memilih seorang pemimpin yang bisa menjadi wakil rakyat untuk menduduki jabatan publik (elected official) yang diberikan wewenang untuk membuat kebijakan.

Di sinilah pentingnya masyarakat untuk bisa memilih orang-orang yang memang betul-betul mengerti apa tugas dan fungsinya kelak.

Orang yang akan dipilih dalam pemilihan kepala daerah tentu harus mengetahui betul tugas dan fungsinya, mana urusan wajib dan mana urusan pilihan.

Sehingga ketika menjabat, program-program akan diarahkan untuk melengkapi kebutuhan urusan wajib daripada urusan pilihan.

Kemudian untuk mengetahui kecakapan kepala daerah sudah bekerja sesuai dengan keinginan undang-undang, bisa dilihat dari program-program yang dilakukan nantinya.

Masyarakat harus tahu betul visi dan misinya lebih mengarah ke urusan wajib atau urusan pilihan.

Caranya adalah, seperti apa program-program yang akan dipresentasikan kepada DPRD. Apakah lebih dominan urusan wajib atau urusan pilihan.

Kepala daerah mempunyai kewajiban untuk mempresentasikan programnya kepada DPRD karena dalam hukum keuangan negara, keluar-masuknya uang daerah harus melalui persetujuan DPRD, sedangkan program-program pemerintahan tidak akan lepas dari anggaran.

Setelah mengetahui program yang diajukan oleh kepala daerah, jika ternyata urusan pilihan lebih dominan daripada urusan wajib, maka meminta tanggapan DPRD yang tidak mampu menegur atau mengarahkan saat rapat anggaran.

Namun jika DPRD-nya ternyata yang lalai tidak memberikan arahan, maka kepala daerah dan DPRD bakal “gagal”.

Begitu pula sebaliknya, ketika program-program pemerintah yang diajukan kepada DPRD ternyata lebih dominan daripada pilihan namun DPRD mengkritiknya dan membuat pola program berubah (urusan wajib menjadi minor), maka kepala daerah tidak bisa disalahkan karena sudah ada iktikad baik –namun dihalangi oleh DPRD.

Dengan cara melihat dari empat tahun menjabat, apakah program urusan wajib lebih diutamakan atau malah tidak disinggung. Karena urusan pilihan biasanya sangat menggiurkan, karena efektif untuk melakukan penyerapan anggaran.

Pembangunan destinasi wisata yang masuk kategori urusan pilihan adalah salah satu contoh yang bisa menyedot anggaran banyak dan terlihat adanya pembangunan daripada memberikan fasilitas tenaga medis atau fasilitas untuk Pendidikan. (*)

banner 970x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *