AKTIVITAS tambang emas ilegal di Desa Karya Mandiri, Kecamatan Ongka Malino, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), mencerminkan kompleksitas persoalan hukum, moralitas, dan ketidakadilan sosial mengakar di Indonesia.
Pertambangan tanpa izin (Peti) beroperasi di bantaran Sungai Karya Mandiri beserta alat berat aktif di lokasi, dan adanya persetujuan aparat Desa Karya Mandiri, jelas menunjukkan keberanian para pelaku yang tak lagi gentar terhadap pengawasan hukum.
Keberadaan tambang ilegal ini, ditambah dugaan keterlibatan oknum berseragam, menjadi cerminan buruk bagi penegakan hukum di daerah.
Tambang ilegal berada di Desa Karya Mandiri, jelas-jelas melanggar Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158.
BERITA TERKAIT:
Maju Tak Gentar, Tambang Ilegal Karya Mandiri
Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Aktivitas tambang tidak berizin ini menegaskan pelanggaran berat dan semestinya segera ditindak.
Dugaan Keterlibatan Oknum dan Tanggung Jawab Institusi
Dugaan keterlibatan oknum berseragam dalam membekingi tambang ilegal harus ditangani secara serius. Bila oknum terbukti membekingi aktivitas tambang ilegal, maka mereka para oknum-oknum berseragam harus dikenai jerat hukum pidana, yang ancamannya setara dengan pelaku utama.
Pihak kepolisian, yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum, juga menunjukkan kelemahan.
Tindakan-tindakan dilakukan oleh oknum aparat diduga kuat hanya merupakan tindakan penuh permainan terkait negosiasi berupa nilai rupiah belaka. Semestinya, aparat bertugas memastikan hukum ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Keberadaan tambang ilegal ini memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sangat besar:
Ketidakadilan Sosial
Kesaksian warga yang menyebut “tebang pilih” dalam penindakan hukum menjadi cerminan nyata ketidakadilan. Rakyat kecil yang melakukan pelanggaran serupa cenderung ditindak keras, sementara pelaku dengan dukungan oknum berseragam sering lolos dari jeratan hukum.
Kerusakan Lingkungan
Tambang ilegal di area dekat fasilitas umum berpotensi merusak ekosistem setempat. Kerusakan tanah, aliran air, dan vegetasi dapat terjadi dalam waktu singkat akibat aktivitas tambang tanpa pengelolaan yang bertanggung jawab.
Langkah Harus Dilakukan
Kasus tambang ilegal di Desa Karya Mandiri memerlukan langkah kongkret dari berbagai pihak dalam rangka menyelesaikan persoalan ini:
Investigasi Independen
Keterlibatan oknum-oknum berseragam, kesepakatan jahat para aparat desa dan kelambanan pihak kepolisian harus di-investigasi oleh lembaga independen seperti Ombudsman Republik Indonesia atau Komnas HAM. Laporan dari warga dan media harus menjadi dasar penyelidikan awal untuk mengungkap fakta sebenarnya.
Penegakan Hukum yang Tegas
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus segera menindak tambang ilegal Desa Karya Mandiri beserta aparat desanya, sesuai peraturan yang berlaku. Tidak ada alasan untuk menunda-nunda penegakan hukum, karena dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat.
Pemberdayaan Warga Lokal
Masyarakat sekitar tambang harus dilibatkan dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas ilegal. Program pemberdayaan dapat memberikan alternatif ekonomi yang lebih berkelanjutan sehingga tambang ilegal tidak menjadi satu-satunya sumber mata pencaharian.
Rehabilitasi Infrastruktur dan Lingkungan
Jika tambang ilegal ini dihentikan, pemerintah daerah harus segera melakukan rehabilitasi terhadap infrastruktur yang rusak dan lingkungan yang tercemar. Hal ini penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap negara.
Refleksi Akhir
Kasus tambang ilegal di Desa Karya Mandiri bukan hanya persoalan pelanggaran hukum, tetapi juga gambaran lebih besar tentang lemahnya penegakan hukum di daerah, dan di Indonesia pada umumnya. Ketika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, rakyat akan kehilangan kepercayaan pada institusi negara.
Sudah saatnya hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Bukan hanya demi melindungi fasilitas umum, tetapi juga untuk memastikan bahwa prinsip keadilan dan kedaulatan hukum tetap menjadi pilar utama bangsa ini. (*)
(Penulis: Gencar W Djarot – Wartawan koranindigo.com)