- PHRI dan GIPI meminta pemerintah untuk segera memberikan relaksasi pajak, bantuan finansial, dan meningkatkan promosi pariwisata untuk mengatasi dampak pemotongan anggaran. Kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto disebut berdampak signifikan terhadap operasional hotel dan berpotensi menimbulkan kerugian besar.
- Survei PHRI pada Maret 2025 menunjukkan 88% responden dari industri perhotelan memprediksi akan melakukan PHK atau pengurangan upah, dan 58% berpotensi gagal bayar pinjaman bank. Penurunan pendapatan hotel juga dikhawatirkan mengganggu rantai pasok industri pariwisata dan target pajak pemerintah.
- Kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50% juga disoroti karena berdampak pada pemasukan hotel. GIPI mengimbau pemerintah untuk tetap menjalankan 50% anggaran yang tersisa agar dampaknya tidak meluas ke perekonomian nasional.
PERHIMPUNAN Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) meminta pemerintah segera memberikan relaksasi pajak, bantuan finansial, serta meningkatkan promosi pariwisata.
Langkah ini dinilai penting untuk membantu sektor pariwisata, khususnya perhotelan, yang terdampak oleh pemotongan anggaran.
“Kami di sini mendesak pemerintah untuk segera memberikan intervensi ini, termasuk insentif pajak, bantuan finansial, dan peningkatan promosi pariwisata,” ujar Ketua Bidang Litbang dan IT Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI, Christy Megawati, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu (22/3).
Christy menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto telah berdampak signifikan terhadap operasional hotel dan berpotensi menimbulkan kerugian besar.
Hasil survei “Sentimen Pasar Dampak Kebijakan Penghematan Anggaran Pemerintah” yang dilakukan PHRI pada Maret 2025 menunjukkan bahwa dari 726 responden yang merupakan pelaku industri perhotelan di 30 provinsi.
Sebanyak 88% memprediksi mereka akan menghadapi keputusan sulit seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan upah karyawan guna mengurangi beban operasional.
“Di sektor perhotelan yang memiliki banyak karyawan, hal ini berisiko menyebabkan defisit operasional, bahkan hingga penutupan hotel,” kata Christy.
Ia juga menyebut bahwa 58% responden memperkirakan potensi gagal bayar pinjaman bank akibat tekanan finansial yang meningkat. Selain itu, pemotongan anggaran juga berdampak pada penerimaan pajak hotel.
Sebanyak 75% pelaku industri pariwisata memperkirakan target pajak yang ditetapkan pemerintah tidak akan tercapai. Sementara 71% lainnya khawatir bahwa penurunan pendapatan hotel akan mengganggu rantai pasok industri pariwisata.
Jika kondisi ini tidak segera diatasi, 83% pelaku industri yakin sektor pariwisata akan mengalami penurunan lebih lanjut, yang dapat berdampak buruk bagi ekonomi daerah yang bergantung pada pariwisata.
Imbauan Relaksasi dan Dampak Kebijakan Perjalanan Dinas Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani turut menyoroti perlunya relaksasi pajak dan bantuan keuangan bagi sektor pariwisata.
Ia juga menyinggung kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas (Perdin) kementerian dan lembaga hingga 50%, yang berdampak pada industri perhotelan.
“Meski kebijakan tersebut memangkas anggaran sebesar 50 persen, kenyataannya di lapangan tidak ada pemasukan sama sekali bagi sektor perhotelan yang biasa mendapat pesanan terkait perjalanan dinas,” kata Hariyadi.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya tetap menjalankan 50% dari anggaran yang masih tersedia.
“Kami melihat bahwa lebih baik pemerintah benar-benar menjalankan pemotongan 50%. Karena per hari ini yang terjadi justru 100% tidak ada yang jalan,” ujarnya.
Hariyadi menambahkan bahwa tanpa tindakan cepat, dampak buruk dari kebijakan ini akan meluas, tidak hanya pada sektor pariwisata tetapi juga terhadap perekonomian nasional.
Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025 menetapkan pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) sebesar 50%.
Dalam Inpres tersebut, disebutkan bahwa total efisiensi anggaran belanja negara mencapai Rp306,6 triliun, yang terdiri atas pemotongan anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun.
Dengan adanya kebijakan ini, PHRI dan GIPI mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah mitigasi agar sektor pariwisata tetap bertahan dan terus berkontribusi terhadap perekonomian nasional. (ind)