MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan pemerintah bakal kembali memberlakukan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Menurut Abdul Mu’ti penjurusan diperlukan guna menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).
Kebijakan baru Mendikdasmen ini mendapat respon beragam dari sejumlah pihak. Ketentuan ini akan mengembalikan sistem lama dalam penjurusan untuk siswa SMA yang sebelumnya telah berlaku.
Berikut sederet fakta ihwal penjurusan IPA, IPS dan Bahasa untuk siswa SMA
Berlaku Mulai November 2025
Mendikdasmen menjelaskan kehadiran TKA sebagai salah satu pertimbangan dalam penerimaan mahasiswa baru di tingkat perguruan tinggi akan mulai diuji coba diberlakukan pada murid jenjang kelas 12 atau kelas 3 SMA pada bulan November tahun ini.
Menurut dia, TKA nantinya akan berbasis mata pelajaran untuk membantu para pihak, terutama murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
“Karena tesnya berbasis mata pelajaran sehingga ke depan ini jurusan akan kami hidupkan lagi. Jadi, nanti akan ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,” kata Mendikdasmen Abdul Mu’ti di Jakarta akhir pekan lalu, dikutip dari katadata.
Bahan Uji Tes Akademik
Lebih jauh Mu’ti mengatakan, dalam TKA nanti akan ada mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa dari ketiga jurusan tersebut yakni mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika.
Selanjutnya ada penambahan dengan mata pelajaran khusus jurusan. Ia menjelaskan murid dengan penjurusan IPA dapat memilih tambahan tes Fisika, Kimia atau Biologi selain tes Bahasa Indonesia dan Matematika.
Sementara murid dengan penjurusan IPS dapat mengambil tambahan tes Ekonomi, Sejarah, dan mata pelajaran lain yang ada dalam rumpun ilmu sosial.
Ia berharap adanya TKA yang sekaligus pula mengadakan kembali penjurusan di tingkat SMA dapat memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kemampuan murid dan kecocokannya dengan program studi yang dipilih pada jenjang perguruan tinggi.
Selain itu, pihaknya juga berharap TKA dapat menjadi alat tes individu yang valid dan terstandar bagi perguruan tinggi dalam mempertimbangkan kelulusan calon mahasiswa baru.
“Dengan cara seperti itu, kemampuan akademik seseorang akan menjadi landasan ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di jurusan tertentu. Jadi, bisa dilihat dari nilai kemampuan akademiknya,” kata Mu’ti.
Perkuat Sosialisasi
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah meminta Kemendikdasmen melibatkan pihaknya dalam menyosialisasikan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) hingga pengadaan penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di jenjang pendidikan SMA.
Ia mengatakan Komisi X siap mendukung penuh sosialisasi maupun evaluasi terkait program baru yang akan mulai diuji coba.
“Komisi X sosialisasinya dilibatkan, evaluasi juga Komisi X dilibatkan, supaya apa? Jangan menimbulkan kegaduhan, kebijakan publik yang tidak melibatkan pemangku kepentingan sehingga kebijakan publiknya gaduh,” kata Ferdiansyah.
Ia pun menilai adanya pelaksanaan TKA yang sekaligus mengadakan kembali penjurusan di tingkat akhir SMA tersebut dapat memfokuskan minat dan keterampilan para murid yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Menurutnya, pelaksanaan TKA dapat menjadi salah satu alat untuk mengukur kemampuan personal murid serta kecocokan kapasitas masing-masing dengan program studi yang dipilih di perguruan tinggi.
Ia meminta Kemendikdasmen untuk berkoordinasi dan bersinergi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengingat pelaksanaan TKA berkaitan erat dengan proses seleksi penerimaan mahasiswa baru.
Ferdy menambahkan koordinasi dan sinergi kedua kementerian itu juga sangat diperlukan guna memetakan tingkat kesiapan tiap sekolah maupun perguruan tinggi dalam mengakomodasi pelaksanaan TKA tahun ini.
Tingkatkan Fokus Siswa
Pakar pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya Achmad Hidayatullah menyambut baik keputusan Mendikdasmen. Dayat menilai penjurusan dapat mendorong siswa untuk lebih fokus dan efisien dalam proses belajar.
“Dengan sistem jurusan, siswa tidak akan terbebani oleh materi yang tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini akan meningkatkan kesiapan mereka melanjutkan studi ke perguruan tinggi,” ujarnya.
Terkait kekhawatiran bahwa sistem penjurusan dapat mempersempit wawasan siswa, Dayat menilai hal tersebut tidak berdasar. Menurut dia, kurikulum tetap mengakomodasi pembelajaran lintas bidang secara proporsional.
“Misalnya, siswa IPS tetap akan belajar matematika sesuai kebutuhan, begitu pula siswa IPA tetap mendapat pelajaran ilmu sosial dalam porsi yang tepat,” katanya.
Alumnus Doctoral School of Education University of Szeged, Hungaria itu juga mengungkapkan bahwa sistem tanpa jurusan justru kurang menguntungkan bagi siswa karena harus mempelajari terlalu banyak mata pelajaran yang tidak semuanya relevan.
Jika dibiarkan, hal ini berpotensi menurunkan minat siswa terhadap jurusan-jurusan seperti matematika, fisika, kimia, atau biologi di perguruan tinggi.
Meski demikian, Dayat menegaskan perlunya peran aktif sekolah dan guru dalam menghilangkan stigma bahwa jurusan IPA lebih unggul dibandingkan jurusan lain. (ind)