Titik rawan korupsi proyek infrastruktur jalan didominasi suap dan penyalahgunaan kewenangan, perbuatan curang oleh pemborong, pengawas dan penerima pekerjaan, serta penyelenggaran negara selaku pengurus/pengawas yang ikut dalam pemborongan dan praktik jual-beli (ijon) pekerjaan.
BERITA TERKAIT:
Bersikap “Kepala Batu”, Pekerjaan CV Mulia Karya Dihentikan
Pengaspalan Saat Hujan, PUPRP Buol Diduga Lakukan Pembiaran
Potensi korupsi pada bidang infrastruktur jalan biasanya terjadi pada tahap perencanaan dan penganggaran proyek.
Pada perencanaan dan penganggaran meliputi intervensi program yang melampaui kewenangan Pekerjaan Umum (PU), penyalahgunaan wewenang, suap dalam alokasi anggaran, dan adanya permintaan-permintaan fee.
PILIHAN EDITOR:
Gagal Total Proyek Jalan Senilai Rp4,7 Miliar
Titik rawan korupsi infrastruktur jalan berikutnya berada pada tahap perencanaan teknis. Potensi korupsi di tahap ini meliputi kolusi dan hasil pekerjaan tidak sesuai dengan rancangan teknis Detail EngineeringDesign (DED) yang tidak detail.
Kemudiam, titik rawan korupsi infrastruktur jalan selanjutnya ialah berada di tahap pra-pembangunan.
Di tahap ini, korupsi meliputi markup HPS menyebabkan biaya yang tinggi, tidak sesuai kualitas konstruksi, adanya pemenangan terhadap kontraktor tertentu, serta memanipulasi syarat lelang.
Lalu, titik rawan korupsi proyek infrastruktur jalan adalah saat tahap pembangunan. Prilaku korup yang terjadi di tahap ini meliputi manipulasi laporan pekerjaan, pekerjaan infrastruktur fiktif, dan ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak.
Pada persoalan pelaksanaan proyek rekonstruksi jalan dalam Kota Buol senila Rp4,7 miliar yang dimenangkan CV Mulia Raya milik pengusaha kondang Jhoni Pongki disinyalir memenuhi unsur korupsi infrastruktur jalan pada tahap perencanaan dan penganggaran dan pembangunan.
Hasil investigasi www.koranindigo.com mengisyaratkan adanya tengara penyalahgunaan wewenang, suap dalam alokasi anggaran, serta adanya permainan fee melibatkan pengusaha dan oknum-oknum pengelola gelontoran berbiaya APBD tersebut.
Pada tahap pembangunan, isyarat terjadinya dugaan manipulasi laporan pekerjaan dan ketidaksesuaian pekerjaan dengan kontrak pada pelaksanaan proyek rekonstruksi dalam Kota Buol rawan bakal terjadi.
Walaupun Dinas PUPR Buol mengambil sikap melakukan penghentian sementara proyek tersebut, serta adanya sesumbar penerapan pengawasan ketat dilayangkan Kabid Bina Marga PUPR Buol Yani A Mangge, namun hal itu belum cukup menutup kenungkinan terjadinya praktik korupsi dalam proyek rekonstruksi jalan dalam Kota Buol senila Rp4,7 miliar itu.
Beberapa pihak menduga, kedigdayaan dan pengaruh kuat pengusaha kondang Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Jhoni Pongki, tidak akan membuat Dinas PUPR Buol bertindak tegas, apalagi menerapkan sanksi.
Pengusaha sekelas Jhoni Pongki terkesan “kebal hukum”, dan ditengarai bisa mengendalikan oknum-oknum pejabat Dinas PUPR Buol.
Terkait amburadul pelaksanaan proyek rekonstruksi jalan dalam Kota Buol, dapat diprediksikan bahwa alur kisah CV Mulia Raya dalam menabrak aturan dan kangkangi pedoman teknis proyek jalan, akan berakhir dengan baik-baik saja.
Kisah usang soal kedigdayaan pengusaha mendominasi proyek di daerah, bukan kisah baru lagi di negeri ini. Tak perlu diragukan lagi golongan pengusaha seperti Jhoni Pongki jelas menguasai berbagai lini dan sendi pada hal pengadaan barang dan jasa (PBJ) milik pemerintah di daerah.
Sehingga, drama soal adanya pengawasan super ketat dan khusus, serta ikrar penolakan hasil kerja yang digaungkan pihak Dinas PUPR Buol, hanyalah isapan jempol belaka. MIN