PARIGI | KORANINDIGO – Benang kusut distribusi penyaluran Biosolar Subsidi untuk petani seakan tidak pernah berakhir. Berjamaah oknum mulai dari oknum pengawas SPBU, oknum mengatasnamakan Dinas, kecamatan, pemerintahan desa hingga aparat diduga memanfaatkan peluang sirkulasi solar seharusnya membantu aktivitas petani.
Dugaan adanya “permainan” dilakukan oknum pengawas pengawas SPBU 7494317 Tolai, Steven dalam sirkulasi Biosolar Subsidi di Wilayah Selatan Parigi Moutong (Parimo) seakan membuka tabir praktik mafia solar di sekitar wilayah tersebut.
Oknum aparat Desa Tolai diduga berpartisipasi dalam praktik main Biosolar Subsidi.
Modusnya, para oknum aparat desa mengambil semua barcode kelompok tani dan digunakan untuk mengeluarkan solar dari SPBU.
Namun, para petani harus membayar solar-solar seharga Rp300-350 ribu per jeriken kapasitas 32 liter.
“Solar di Tolai juga dimainkan oleh perangkat desa dengan cara mengambil semua barcode kelompok tani dan dipakai mengeluarkan solar. Mirisnya harga solar ke para petani mencapai Rp 300 ribu-Rp 350 ribu per jeriken”, kata akun Toet Yana yang merupakan seorang petani, Selasa, (16/9).
Kata Yana, petani juga sering mengeluhkan isi jeriken, sebab solar terkadang tidak mencapai 32 liter. Rata-rata berkurang 2 liter isi jerikennya.
“Isi jeriken juga berkurang. Para oknum perangkat Desa Tolai yang terlibat dalam praktik main solar itu bagai serigala berbulu domba, kira-kira itu perintah siapa coba”, pungkasnya.
Terkait hal itu, Kepala Desa (Kades) Tolai I Made Gede Dipayana membantah adanya praktik pengumpulan barcode dilakukan aparat di desa ia pimpin.
Kata Kades Tolai I Made Gede Dipayana sejak bulan September 2024 alur barcode untuk biosolar subsidi sudah tidak melalui pemerintah desa lagi.
Namun, dari petani atau kelompok tani langsung ke Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Parimo via Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas TPHP Kecamatan Torue.
“Saat ini, rekomendasi barcode kuota Biosolar Subsidi sejak September 2024 sudah tidak melalui pemerintah desa lagi. Namun, dari penerima langsung ke dinas melalui rekomendasi UPTD”, katanya.
“Jadi agar menjadi jelas, bahwa sudah tidak ada lagi campur tangan pihak pemerintah atau aparat desa”, katanya lagi.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana (Sarpras) Dinas TPHP Parimo, Aristo mengatakan untuk penyaluran barcode Biosolar Subsidi sebenarnya berada di bidangnya.
Namun, hal tersebut sudah diserahkan ke Kepala Seksi Pupuk, Pestisida dan Alat Mesin Pertanian (Pupes dan Alsintan) Dinas TPHP Parimo.
“Sebenarnya hal penyaluran solar subsidi untuk petani ada di bidang Sarpras, namun kami serahkan ke Kasi Pupes dan Alsintan”, kata Aristo.
Kasi Pupes dan Alsintan, Sudirman mengatakan bahwa pihaknya telah menjalankan penyaluran Biosolar Subsidi ke petani sesuai prosedur.
Selaku Kasi Pupes dan Alsintan, dirinya memang mendengar kasak-kusuk adanya “permainan” sirkulasi solar subsidi di tingkat penerima.
“Sebenarnya, kita juga mendengar ada hal kasak-kusuk dan keluhan soal penyaluran solar subsidi di tingkat petani. Namun, pastinya kami sesuai prosedur”, kata Sudirman.
Sementara itu, Kepala UPTD Wilayah Torue Wahidiyan menyatakan bahwa pihaknya hanya membuatkan surat pengantar bagi kelompok tani berdasar surat permohonan dan dokumentasi alat pertanian beserta nomor rangkanya.
Namun, Wahidiyan tidak menampik, bahwa atas keterbatasan personil, pihaknya tidak melakukan cek dan ricek lapangan keberadaan alat-alat pertanian tersebut secara keseluruhan.
“Sebagian kami (UPTD) cek di lapangan apakah benar keberadaan alat-alat digunakan oleh petani. Namun, karena keterbatasan personil kami buatkan surat pengantar sesuai dokumentasi yang ada dalam surat permohonan saja”, katanya.
Wahidiyan juga mengatakan bahwa kebanyakan kelompok tani tidak mau repot dalam memenuhi kelengkapan administrasi surat permohonan.
Sehingga, para petani lebih memilih jalur mudah dalam mendapatkan solar subsidi, yaitu dengan melakukan pembelian secara liar.
“Ada juga petani yang tidak mau repot melengkapi administrasi permohonan untuk mendapatkan barcode solar. Mereka lebih memilih membeli solar secara
liar dengan harga tinggi”, pungkas Wahidiyan. IND