SEPULUH tahun Dana Desa, Rp 610 triliun, dan ribuan desa seharusnya maju. Namun, dana desa justru membuka celah korupsi dari kepala desa hingga elite lokal. Triliunan rupiah fulus rakyat raib dalam praktik pembangunan fiktif dan laporan palsu.
Analisis 591 putusan kasus korupsi Dana Desa (2015-2024) mengungkap 640 terdakwa dengan kerugian negara Rp 598,13 miliar, setara dana untuk 744 desa.
Enam dari 10 pelaku adalah kepala desa, disusul bendahara desa (10,6 persen). Total 81,8 persen pelaku berasal dari perangkat desa.
Korupsi Dana Desa Meningkat
ANGGARAN Dana Desa senilai Rp70 triliun dialokasikan untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada 2023, justru diwarnai tingginya kasus korupsi.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) dilihat dari akun resmi KPK RI, sektor desa mencatat jumlah kasus korupsi tertinggi, yakni 187 kasus, dengan kerugian negara mencapai Rp162 miliar.
Pada 2021 tercatat 154 kasus dengan 245 tersangka, sedangkan pada 2022 jumlah kasus naik menjadi 155 kasus dengan 252 tersangka. Tahun 2023 kembali mencatat lonjakan signifikan dengan 294 tersangka.
BERITA LAIN:
ICW: Korupsi Paling Banyak Terjadi di Desa
KPK Catat 600 Kasus Korupsi Dana Desa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi empat faktor penyebab tingginya korupsi sektor desa.
Minimnya pemahaman masyarakat tentang pembangunan desa dan pengelolaan anggaran menjadi salah satu penyebab utama.
Selain itu, belum optimalnya fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengawasan, keterbatasan akses informasi masyarakat, serta ketidaksiapan kepala desa dalam mengelola dana besar turut memperburuk situasi.
Sebanyak 851 kepala desa dan perangkatnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini menjadi tantangan besar dalam pengelolaan Dana Desa yang semestinya bermanfaat bagi masyarakat.
Latar Belakang Pekerjaan Pelaku
HASIL olah data 591 putusan kasus korupsi dana desa 2015-2024 yang melibatkan 640 terdakwa, 6 dari 10 pelaku adalah kepala desa.
Modus utama korupsi adalah laporan fiktif (59,83 persen), pembangunan di bawah standar (54,49 persen), penggelembungan anggaran (39,89 persen), dan penyalahgunaan wewenang (44,1 persen).
Korupsi paling banyak terjadi di infrastruktur (83,43 persen), disusul administrasi desa, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan tunai.

Bekas Kades di Parimo Ditangkap
Teranyar, di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), aparat Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Parimo, menangkap IA (51 tahun). Oknum IA merupakan bekas Kepala Desa (Kades) Bambalemo, Kecamatan Parigi, disinyalir korupsi Dana Desa pada 2021.
Kepala Satreskrim Polres Parimo, Iptu Agus Salim, menjelaskan pada 2021 Pemerintah Desa Bambalemo mendapat kucuran fulus sebesar Rp974 juta.
Hal gelontor fulus, kata Iptu Agus, ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa Nomor 04 Tahun 2021 tentang APB Desa Bambalemo Anggaran 2021.
Kata Iptu Agus, IA diketahui melakukan perubahan APB Desa anggaran 2021 tanpa musyawarah. Bekas Kades IA, secara sepihak menetapkan APB Desa Perubahan tersebut dalam Peraturan Desa Bambalemo.
Agus Salim menjelaskan, IA bertindak sebagai pelaksana kegiatan, dan mengambil alih pekerjaan beranggaran Dana Desa tersebut.
Namun, belakangan pekerjaan dihelat IA dilaksanakan dengan serampangan dan kangkangi RAB pada APB Desa Bambalemo. Akibat perbuatan sembrono tersebut, akhirnya mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp336 juta.
Hal kerugian negara, kata Iptu Agus, berdasar hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan Desa Bambalemo Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong Anggaran 2021 Nomor: 700.1.2.2/105/RHS/INSPEKTORAT, tanggal 29 Juli 2024.
Atas perbuatannya, IA melanggar pasal 2 ayat (1) Subsider Pasal 3, Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 KUHPidana.
Rp16 Miliar Raib di Sigi
PADA 2024, belasan miliar rupiah Dana Desa seharusnya digunakan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Sigi, Sulteng, diduga raib akibat ulah beberapa oknum Kepala Desa (Kades) di wilayah tersebut.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penyimpangan penggunaan dana desa sebesar Rp16 miliar.
Akibat dugaan korupsi ini, sejumlah program desa tidak dapat berjalan secara maksimal.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Donggala, Fahri, memberikan ultimatum kepada seluruh kepala desa di Kabupaten Sigi segera mengembalikan kerugian negara sebesar Rp16 miliar.
Berdasarkan temuan BPK, beberapa kepala desa di Sigi telah melakukan penyimpangan dalam pengelolaan dana desa selama lebih dari setahun.
Kejari Donggala, bersama Inspektorat Kabupaten Sigi, telah melakukan upaya pembinaan, namun beberapa pihak masih enggan mengembalikan uang negara.
Selain itu, kata Fahri, Pemerintah daerah sudah mendorong penyelesaian pidana, namun pihaknya meyarankan untuk mengunakan instrumen perdata dan tata usaha negara (Datun) terlebih dahulu untuk menagih kepada para kepala desa yang di dugaan meyalagunakan uang negara.
Olehnya itu, Ia memberikan batas waktu hingga 27 Agustus 2024 bagi para kepala desa di Sigi untuk kooperatif dan mengembalikan dana desa yang mencapai Rp16 miliar.
Sementara itu, Bupati Sigi Mohamad Irwan Lapatta sudah menginstruksikan kepada seluruh kepala desa untuk segera mengembalikan uang negara yang sudah disalahgunakan sebanyak Rp 16 miliar.
Peningkatan Jumlah Perkara
PENGADILAN Negeri Kelas 1 A PHI tindak pidana korupsi (Tipikor), Palu mencatat peningkatan jumlah perkara diterima pada periode Januari hingga 24 Desember 2024 dibandingkan 2023.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI Tipikor Palu, Sugiyanto, mengatakan secara keseluruhan, perkara pidana dan perdata mengalami peningkatan.
Khusus untuk kasus Tipikor, kata Sugiyanto, mengalami lonjakan dari 41 perkara pada 2023 menjadi 71 perkara pada 2024, dan diantaranya terkait korupsi Dana Desa.
Kata Sugiyanto, hal tersebut menandakan peningkatan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Sulteng. (IND)












