KASUS korupsi paling banyak terjadi di sektor desa pada 2022. Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 155 kasus rasuah yang terjadi di sektor tersebut dengan 252 tersangka sepanjang tahun lalu.
Kasus korupsi paling banyak terjadi di sektor desa pada 2022. Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 155 kasus rasuah yang terjadi di sektor tersebut dengan 252 tersangka sepanjang tahun lalu. Jumlah itu setara dengan 26,77% dari total kasus korupsi yang ditangani penegak hukum pada 2022.
Angkanya pun meningkat satu kasus dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 154 kasus korupsi di sektor desa. Secara rinci, 133 kasus korupsi berhubungan dengan dana desa.
Sementara, 22 kasus korupsi lainnya berkaitan dengan penerimaan desa. Selain di desa, korupsi banyak terjadi di sektor utilitas pada 2022, yakni 88 kasus. Setelahnya ada sektor pemerintahan dengan 54 kasus korupsi sepanjang tahun lalu.
Dikutip dari dataindonesia, sebanyak 40 kasus korupsi terjadi di sektor pendidikan pada 2022. Kemudian, korupsi yang terjadi di sektor sumber daya alam dan perbankan sama-sama sebanyak 35 kasus. Korupsi di sektor agraria tercatat sebanyak 31 kasus pada 2022.
Lalu, korupsi di sektor kesehatan dan sosial kemasyarakatan berturut-turut sebanyak 27 kasus dan 26 kasus.
Risiko Korupsi Tingkat Pejabat Desa
Ketidakprofesionalan pengelolaan dana tersebut berasal dari minimnya pengetahuan dari kepala desa dan aparat desa untuk mengkonversi Dana Desa menjadi program atau kegiatan yang dapat mensejahterakan masyarakat.
Kepala desa memiliki peran penting menyelenggarakan tata kelola wilayah yang dipimpinnya. Mulai dari pelayanan publik, membangun partisipasi masyarakat, hingga pengelolaan keuangan desa yang bertanggung jawab dan transparan.
Sebagai sistem pemerintahan terkecil di Indonesia, sudah sepatutnya desa mendapatkan perhatian lebih untuk dibina agar memiliki ekosistem yang baik. Tata kelola yang bersih, akuntabel, serta meningkatnya partisipasi masyarakat, dipercaya mampu mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.
Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumbul Kusdwijanto Sudjadi menjelaskan, hingga saat ini tata kelola di desa masih jauh dari harapan. Buruknya tata kelola dan minimnya partisipasi masyarakat membuat desa saat ini menjadi salah satu ‘lahan’ tindak pidana korupsi.
Catatan survei Badan Pusat Statistik (BPS), disebutkan masyarakat desa lebih berperilaku koruptif daripada masyarakat perkotaan.
Data 2021 menunjukkan, perilaku koruptif masyarakat desa berada di angka 3,83. Catatan ini diperkuat oleh data KPK dimana sejak 2015-2022 terdapat sebanyak 601 kasus korupsi di desa dengan jumlah tersangka 686 orang.
“Ini harus menjadi perhatian kita bersama, desa yang seharusnya penuh dengan keharmonisan, senyum, nilai-nilai kearifan dan keramahtamahan ternyata lebih berperilaku koruptif daripada masyarakat kota,” kata Kumbul, dikutip dari hukumonline, belum lama ini.
Di sisi lain, upaya pemerintah dalam membangun desa tentunya tidak pernah main-main. Hal ini dapat dilihat dari kucuran Dana Desa dari tahun 2015 hingga tahun 2022 nilainya mencapai Rp468,9 triliun.
Sementara pada tahun 2023 Pagu Anggaran Dana Desa adalah Rp70 triliun yang akan dialokasikan kepada 74.854 desa di 34 kabupaten/kota.
Namun setelah ditelaah, besarnya Dana Desa selama ini belum dikelola dengan baik dan menjadi sumber pemicu korupsi di desa. Ketidakprofesionalan pengelolaan dana tersebut berasal dari minimnya pengetahuan dari kepala desa dan aparat desa untuk mengkonversi Dana Desa menjadi program atau kegiatan yang dapat mensejahterakan masyarakat.
Ketidakefektifan pengelolaan dana desa juga dapat terlihat dari angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS. Pada tahun 2020 masyarakat miskin Indonesia tercatat 13,2%, tahun 2021 sebesar 12,59%, dan tahun 2022 sebesar 12,2%, masih jauh dari target nasional yakni 8,5-9%.
Pada akhirnya, karut-marut ini mendorong KPK untuk turun dan mengurai beragam persoalan yang ada di desa. Salah satu caranya dengan menjalankan program Desa Antikorupsi yang memiliki tujuan membangun integritas dan nilai antikorupsi pada pemerintah dan masyarakat desa.
Juga memperbaiki tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas sesuai indikator dalam buku panduan desa antikorupsi, dan memberikan pemahaman dan peningkatan peran serta masyarakat desa dalam upaya mencegah korupsi dan memberantas korupsi.
Pada tahun 2023, KPK melanjutkan program Desa Antikorupsi di 22 provinsi. Diantaranya Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Berita Terkait:
KPK Catat 600 Kasus Korupsi Dana Desa
Ini Kata Aparat Desa Soal Proyek Broncaptering
Gaji Perangkat Desa 2022
Sulawesi Utara, Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepuluan Riau, Riau, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara juga menjadi area yang akan disasar. Untuk menjadi Desa Antikorupsi, diperlukan pembuktian dan pemenuhan syarat sekaligus penilaian menggunakan indikator yang telah ditetapkan.
Adapun komponen dan indikator penilaian untuk menjadi Desa Antikorupsi meliputi: area penilaian penguatan tata laksana, area penguatan pengawasan, area penguatan kualitas pelayanan publik, area penguatan partisipasi masyarakat dan area kearifan lokal.
Penilaian ini akan dilakukan oleh KPK, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Keuangan, Inspektorat Daerah baik dari tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota serta pihak independen lainnya.
Selanjutnya dilakukan penilaian mandiri indikator Desa AntiKorupsi, yang bertujuan untuk mempermudah KPK dalam melakukan pembaruan dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan desa dan aparatur pemerintahan desa.
Berita Lainnya:
Kejagung Usut Dugaan Korupsi Impor Emas
Kejati Sulteng Dalami Dugaan Korupsi Untad
Terkait Dugaan Korupsi Untad, Kejati Panggil Dua Bekas Rektor
Dugaan Korupsi Dana Hibah, Ketua Koni Palu Siap “Menghadap” Jaksa
Penilaian indikator akan menggunakan metodologi dengan teknik “Criteria Referrenced Test”, melalui pendekatan setiap indikator sesuai kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kumbul menjelaskan, kepala desa diminta untuk melakukan evaluasi mandiri melalui survei yang telah ditetapkan. Hasil penilaian mandiri tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan secara langsung berkenaan dengan validasi data-data serta fakta di lapangan.
Desa yang terpilih sebagai Desa Antikorupsi tentunya akan menjadi _role model_ yang menginspirasi desa lainnya di Indonesia dalam rangka penyelenggaraan tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih. Bagi Pemerintah Daerah, tentu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri jika sebuah desa di daerahnya dikukuhkan sebagai Desa Antikorupsi.
Di sisi lain, bagi Desa Antikorupsi yang terpilih bisa dipastikan telah memiliki kriteria-kriteria yang sesuai dalam konteks tata laksana pemerintahan desa yang berintegritas, dan adanya pemahaman serta peran serta masyarakat desanya dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi. (ind)