JUMLAH pertambangan ilegal saat ini mencapai 2.500 kasus di Indonesia, informasi ini diungkap oleh calon wakil presiden (cawapres) nomor urut tiga, Mahfud MD. Ia mengatakan aktivitas gelap marak terjadi karena adanya dukungan dari pejabat dan aparat hukum.
“KPK mengatakan pertambangan Indonesia banyak sekali ilegal dan itu dibeking aparat-aparat dan pejabat, itu masalahnya. Saya mencatat juga tambang ilegal sebanyak 2.500 tapi juga ada yang lebih dari itu,” ucap Mahfud, beberapa waktu lalu.
Mahfud kemudian menjelaskan, tambang ilegal menyebabkan masifnya deforestasi hutan Indonesia Dalam 20 tahun terakhir, junlahnya mencapai 12,5 juta hektare.
Hal ini berarti deforestasi hutan Indonesia lebih luas dari Korea Selatan, dan 23 kali luas Pulau Madura.
Pernyataan Mahfud tersebut selaras dengan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aktivitas pertambangan ilegal alias pertambangan tanpa izin (Peti) memang marak terjadi di Indonesia.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Suswantono, mengatakan per- Agustus 2021, terdapat 2.741 lokasi Peti yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia.
Ia mengatakan penanggulangan Peti harus dilakukan karena merupakan tugas dan kewajiban bersama. Aktivitas Peti berdampak pada banyak hal mulai dari lingkungan, kesehatan masyarakat, bahkan munculnya korban.
Modus Lama
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai dugaan kasus pertambangan ilegal dengan modus setor uang ke polisi adalah modus lama.
“Saya kira pertambangan ilegal dengan setoran ke polisi adalah modus lama, bisa jadi pelakunya sudah lintas generasi,” kata Kepala Divisi Hukum Jatam Nasional Muhammad Jamil.
Padahal, kata Jamil, Undang-Undang terkait Mineral dan Batu Bara (Minerba) sudah mengatur tambang ilegal sebagai pidana. Dari Undang-Undang Minerba tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009 hingga UU Nomor 3 Tahun 2020.
“Semua menempatkan tambang tanpa izin adalah pidana (ilegal) dan jika pidana jelas penanganan hukumnya ada di kepolisian,” ujarnya.
Namun, menurut Jamil, pola untuk membungkam polisi seringkali sama yaitu adanya setoran yang dialirkan ke kantong-kantong pribadi aparat Bhayangkara ini.
“Nah, pola untuk membungkam atau membuat polisi tidak melaksanakan kewajibannya adalah dengan membungkamnya dengan godaan setoran tunai,” ujar Jamil. (IND)