ADANYA temuan dewan terkait keterlambatan beberapa proyek, diduga kuat disebabkan “longgarnya” pengawasan dan kendali Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), I Wayan Mudana selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPRP Parimo, namun banyak “rangkap” sebagai PPK di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain.
BERITA TERKAIT:
Jurus Berkelit Ala Wayan Mudana
Besaran Dana Dikelola Mudana
Jika terjadi sesuatu hal pada sebuah Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pada proyek milik pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) akan terlihat paling menonjol dan menjadi sorotan.
PPK bertanggung jawab atas segala tindakan mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (PBJ), termasuk keterlambatan pekerjaan.
Jika banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) ogah menjadi PPK, sebab Poin takut terjerumus godaan, namun tidak bagi Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), I Wayan Mudana.
Seorang PPK (seperti jabatan digemari Kabid Bina Marga Dinas PUPRP Parimo I Wayan Mudana), mengemban peran sebagai approval pengadaan barang dan jasa (serta proyek-proyek bernilai fulus fantastis bagi instansi pemerintah), sudah tentu banyak didekati oleh vendor.
Para kalangan vendor menawarkan iming-iming persentase nilai proyek, cashback (dan sejenisnya) agar pengadaan barang dan jasa (atau proyek-proyek tersebut) dilimpahkan ke mereka.
Maka, dalam situasi seperti itu, jika iman para PPK tidak kokoh, sudah barang tentu ada peluang jadi tersangka kasus korupsi.
Jabatan PPK merupakan posisi mengambil peranan penting dalam pelaksanaan sebuah kontrak.
Pada tatanan kelola manajemen pengendalian kontrak, PPK memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup.
BACA JUGA:
Rasuah Proyek Jalan, Dua Kabid Mengelak Terlibat
Pejabat Dipanggil APH, Kabid Bina Marga Lolos Periksa
Dugaan Rasuah Proyek Rp21 Miliar, Digdaya Pejabat-Rekanan
Bukan hanya memahami Peraturan Presiden (Perpres) terkait PBJ, namun, PPK juga harus paham soal peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Posisi panas jabatan PPK adalah pembawa amanah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat tinggi (di atas level KPA dalam proses pengerjaan proyek milik pemerintah).
KURANGNYA KOMPETENSI PPK
Kurangnya kompetensi PPK dalam sebuah PBJ dapat berdampak keterlambatan proyek, peningkatan biaya, serta risiko hukum akibat kesalahan administrasi.
Kurangnya pemahaman PPK terhadap regulasi dan prosedur dapat meningkatkan risiko tindak pidana korupsi dalam PBJ pemerintah.
Selain itu, kurangnya pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh PPK dapat menyebabkan hasil pengadaan tidak sesuai dengan kebutuhan serta berpotensi merugikan negara.
Oleh karena itu, peningkatan kompetensi PPK harus menjadi prioritas utama dalam upaya meningkatkan efektivitas PBJ.
BACA:
LBH Minta Kapolri Evaluasi Kinerja Kapolda Sulteng
Soal Rekening “Gendut” Pegawai Negeri Sipil
BERPENGARUH PADA REALISASI PENYERAPAN ANGGARAN
Hakekatnya persyaratan pengangkatan PPK bersertifikat seperti Kabid I Wayan Mudana, tidak dibatasi oleh lingkup Satker atau SKPD (harus berasal dari internal Satker atau SKPD).
Namun, permasalahan kemudian yang dimunculkan ialah lambatnya proses pencairan anggaran (yang jelas berpengaruh pada realisasi penyerapan anggaran) karena pada umumnya PPK yang diangkat tersebut (Seperti I Wayan Mudana) juga bertugas sebagai PPK atau pejabat pengadaan atau panitia lelang dan pejabat struktural atau fungsional di Satker atau SKPD-nya.
Ditambah lagi soal lokasi Satker atau SKPD jauh dari lokasi tempat tinggal atau kerja dari PPK yang bersangkutan.
Dengan dirangkapnya jabatan KPA sebagai PPK maka mekanisme interaksi check and balance diantara pejabat perbendaharaan akan sulit terlaksana sehingga menimbulkan kerawanan dan penyimpangan dalam pengelolaan anggaran yang berakibat pada kerugian negara.
Ketiadaan atau hal keterbatasan aparatur bersertifikat seperti I Wayan Mudana pada SKPD, dapat diantisipasi dengan pengangkatan PPK bersertifikat dari Satker atau SKPD lain.
Sebab, persyaratan pengangkatan PPK tidak membatasi harus PNS berasal dari SKPD yang
bersangkutan.
Kecuali dalam hal kedudukan SKPD berada di daerah terisolasi jauh dari instansi pemerintah lainnya.
Kemudian, apabila dalam satu SKPD hanya ada satu orang PNS bersertfikat, sebaiknya KPA merangkap sebagai PPSPM sedangkan PPK tetap dijabat oleh aparatur yang bersertifikat tersebut. (Ind)