PALU | KORANINDIGO – Pasca Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan kasus garansi fiktif Bank Sulteng ke pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu, maka sesuai jadwal, hari ini, Selasa, 27 Mei 2025, kasus menyeret 6 orang tersangka itu bakal disidangkan.
“Status para terdakwa (Kasus garansi fiktif) tetap tahanan kota. Sidang perdana dijadwalkan pada tanggal 27 Mei 2025,” kata Humas Kejari Palu, Yudi Trisnaamijaya, Rabu, 21 Mei 2025 lalu.
Alasan penetapan tahanan kota terhadap 6 tersangka, kata Yudi Trisnaamijaya, disebabkan para terdakwa telah mengembalikan kerugian dan telah mendapatkan pertimbangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
PILIHAN EDITOR:
Lancung BPBD Parimo, Busuk Tengara Rekayasa Bencana
Siapa Bakal Tersangka Korupsi Proyek Jalan
Para tersangka dimaksud ialah bekas Pemimpin Cabang Bank Sulteng Kantor Cabang Utama (KCU) Palu, Nola Dien Novita, bekas Pemimpin Seksi Kredit Rizal Afriansyah dan bekas Pemimpin Divisi Perkreditan pada Bank Sulteng, Darsyaf Agus Slamet.
Selain para bekas petinggi Bank Sulteng, kasus tersebut juga menyeret 3 tersangka lainnya, yaitu, kuasa Direktur PT Insan Cita Karya Erick Robert Agan, kuasa CV Mugniy Alamgir Guntur, dan orang berperan penting (Key Person) pada CV Mugniy Alamgir, Hardiansyah.

Sengkarut kasus soal garansi fiktif di Bank Sulteng berawal pada 19 April 2021 saat Erick Robert Agan datang ke Bank Sulteng KCU Palu, untuk mengajukan permohonan jaminan uang muka berupa garansi bank bagi keperluan persyaratan kontrak proyek preservasi Jalan.
Erik Robert Agan selaku kuasa Direktur PT Insan Cita Karya tengah menggarap proyek preservasi jalan ruas Tonggolobibi-Sabang-Tambu-Tompe dengan nilai jaminan Rp2,5 miliar lebih.
Pada 27 Mei 2021, Bank Sulteng KCU Palu kemudian memberikan jaminan kepada kuasa direktur PT Insan Cita Karya, Erik Robert Agan senilai Rp870 juta lebih sebagai jaminan pelaksanaan proyek (5 persen dari nilai kontrak pekerjaan dan jaminan uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak pekerjaan) dengan rincian, bank garansi pelaksanaan dan Rp2,5 miliar lebih (bank garansi uang muka).
BERITA LAINNYA:
Proyek Jalan, Tiga Pejabat Parimo Diperiksa Kejati Sulteng
Terkait Proyek Jalan, Giliran Pegawai BPBJ Parimo Diperiksa Jaksa
Tak Terjamah, Rasuah di Pelupuk Mata
Dugaan Rasuah Proyek Jalan, Digdaya Pejabat-Rekanan
Pada 31 Desember 2021, pada pelaksanaan proyek presevasi jalan tersebut, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah I Provinsi Sulteng melakukan pemutusan kontrak kepada PT Insan Cita Karya.
Pemutusan kontrak dilakukan, disebabkan tidak ada progres pekerjaan dilakukan PT Insan Cita Karya selaku pelaksana.
Sebelumnya, pihak BPJN melayangkan Surat Peringatan (SP) I, II dan III namun tidak diindahkan oleh Erik Robert Agan selaku kuasa Direktur PT Insan Cita Karya.
Di tengah kemelut pemutusan kontrak proyek jalan, Nola Dien Novita saat itu menjabat sebagai Pemimpin Cabang Bank Sulteng KCU Palu bersama Rizal Afriansyah, dan atas persetujuan Darsyaf Agus Slamet, kemudian menyusun rencana dengan cara menutupi bank garansi tersebut, dengan mengucurkan kredit Rp2,85 miliar kepada CV Mugniy Alamgir.
Kucuran fulus Rp2,85 miliar itu kemudian diberikan kepada Erick Robert Agan senilai Rp1,4 miliar, dan Rp1,4 miliar lainnya diberikan kepada Guntur selaku kuasa Direksi CV Mugniy Alamgir.
Pada saat itu, CV Mugniy Alamgir memenangi proyek jalan ruas Pagimana-Batui di Kabupaten Banggai, dengan nilai kontrak Rp11 miliar lebih.
Namun, sungguh disayangkan fulus kredit dikucurkan kepada CV Mugniy Alamgir, akhirnya tidak kunjung dibayarkan dan menjadi kredit macet.
Para jaksa menduga penerbitan bank garansi dilakukan oleh para tersangka dilakukan tanpa prosedur sah, serta didasari dokumen fiktif. Sehingga dapat merugikan keuangan negara senilai miliaran rupiah.
Pada akhirnya, para tersangka terancam pidana seperti diatur dalam Pasal 49 Ayat (1) huruf a angka 54 Pasal 14 bagian kedua Bab IV Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tindak pidana pada sektor keuangan, termasuk penyalahgunaan kewenangan dan pemberian kredit fiktif.
Pasal 49 ayat (1) huruf a angka 54 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) mengatur terkait sanksi pidana bagi pelanggaran tertentu sektor keuangan.
Sementara itu, Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa; Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.
Pasal tersebut menyiratkan bahwa seseorang turut serta dalam melakukan tindak pidana (sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a angka 54 UU PPSK) dapat dikenakan pidana yang sama dengan pelaku utama. (lnd)












